Pengetahuan Tingkat I

Posted by Unknown Selasa, 16 Juli 2013 0 komentar

Pengetahuan tingkat I ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling dasar yang ingin diketahui oleh manusia. Ciri utama dari pengetahuan tingkat I ini adalah keinginan dari manusia untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan obyek-obyek yang dapat terindera secara langsung. Oleh karena itu, pengetahuan dalam tingkatan ini dapat disebut juga sebagai pengetahuan langsung.

Walaupun pengetahun ini adalah pengetahuan yang paling dasar bagi manusia, namun untuk memperolehnya manusia tetap memerlukan syarat-syarat tertentu. Untuk dapat memperoleh pengetahuan tingkat I ini, paling tidak harus ada 4 unsur yang harus ada dalam diri manusia. Keempat unsur ini juga dapat dikatakan sebagai syarat dasar bagi manusia untuk dapat disebut sebagai manusia yang sudah mampu berfikir. Atau, syarat bagi manusia itu dapat dikatakan telah memiliki akal yang sempurna. Keempat unsure tersebut adalah (An-Nabhani 1973):

1. Harus ada fakta yang terindera.
2. Harus ada indera-indera.
3. Harus ada otak.
4. Harus ada maklumat (informasi) sebelumnya.

Mengapa 4 unsur ini harus ada dalam diri manusia? Bagaimana jika ada 1 unsur saja yang tidak dipenuhi? Apakah manusia tetap akan bisa memperoleh pengetahuan tingkat I ini? Apakah manusia itu tetap layak untuk dikatakan telah melakukan aktivitas berfikir? Untuk dapat menjawabnya, marilah kita bahas satu per satu dari keempat unsur tersebut.

1. Harus ada fakta yang terindera
Manusia dapat dikatakan telah mampu berfikir untuk memperoleh pengetahuan tingkat I, apabila dia pernah mengindera fakta atau obyek yang akan difikirkannya. Jika obyek tersebut tidak pernah diindera, maka manusia itu tidak dapat dikatakan berfikir dan dia tidak akan dapat memperoleh pengetahuan tingkat I ini. Walaupun dia telah mengerahkan segenap kemampuannya, untuk berfikir sejauh-jauhnya, seluas-luasnya, sebebas-bebasnya dan sedalam-dalamnya. Mengapa?

Untuk menjawabnya memang tidak mudah. Kita ambil saja contoh yang sederhana. Misalnya saja jika ada manusia yang ingin mengetahui atau ingin berfikir tentang obyek tertentu, yaitu “buroq”. Kita semua sudah tentu pernah mendengar istilah buroq ini, yaitu kendaraan yang dinaiki Rasul SAW ketika isra’ dan mi’raj. Dengan demikian kita sudah memiliki ma’lumat atau informasi sebelumnya ini merupakan syarat yang keempat (lihat kembali syarat berfikir di atas).

Walaupun kita semua sudah memiliki ma’lumat tentang buroq, maka silahkan saja kita berfikir sejauh-jauhnya, seluas-luasnya, sebebas-bebasnya dan sedalam-dalamnya tentang buroq ini. Apakah manusia dapat berfikir tentang buroq ini? Ingat, ini baru upaya untuk memperoleh pengetahuan tingkat I. Sekali lagi, walaupun ini hanya untuk memperoleh pengetahuan tingkat I ini, apakah manusia mampu memikirkannya?
Jika manusia ingin tentang tahu apa itu buroq, pasti pengetahuannya akan dibatasi oleh syarat yang pertama ini, yaitu fakta tersebut pernah diindera atau belum. Jika dia belum pernah mengindera obyek buroq ini, maka selamanya dia tidak akan mengetahui hakikat buroq ini. Apabila dia memaksakan diri untuk berfikir tentang buroq ini, maka dia tetap dikatakan “tidak berfikir”!

Bagaimana kita dapat menyimpulkan hal ini? Cobalah kita membuat perbandingan antara manusia jaman Nabi SAW dengan manusia jaman sekarang, ketika mereka disuruh berfikir tentang buroq. Apa hasil pengetahuan yang akan didapatkan dari proses berfikirnya tersebut?

Manusia di jaman Nabi SAW, jika disuruh berfikir tentang buroq tentu akan dibatasi oleh fakta-fakta yang pernah mereka indera di jamannya. Jika maklumat (informasi) yang samapai kepadanya tentang buroq itu adalah kendaraan yang bisa terbang, maka bagaimana poduk berfikirnya?

Manusia di jaman Nabi SAW tentu akan menggambarkan buroq sebagai kendaraan yang berwujud seperti kuda yang memiliki sayap dan berkepala manusia. Mengapa bentuk buroq seperti itu? Sebab, ituah fakta-fakta membatasi pemikiran mereka pada waktu itu.

Fakta-fakta yang mereka ketahui tentang kendaraan yang paling cepat lajunya pada waktu itu adalah kuda. Termasuk, pengetahuan tentang sesuatu yang bisa terbang pada waktu itu adalah semua makhluk yang bersayap, seperti burung. Sedangkan makhluk yang bisa berbicara adalah manusia. Oleh karena itu, buroq adalah: “kuda yang memiliki sayap dan berkepala manusia”.

Bagaimana jika manusia di jaman sekarang diminta untuk berfikir tentang buroq? Apakah bentuknya akan seperti kuda terbang, berkepala manusia? Tentu jawabannya tidak. Burq tentu akan digambarkan seperti jet tempur yang mampu terbang dengan kecepatan yang sangat tinggi, yang terbangnya mampu melampaui kecepatan suara, bahkan cahaya.

Nah, yang menjadi pertanyaan adalah, mana dari kedua produk pemikiran di atas yang dapat dikatakan “benar”? Apakah  bentuk buroq dari manusia jaman Nabi SAW ataukah dari manusia jaman sekarang? Jawabnya sangat jelas. Keduanya bukanlah produk berfikir. Keduanya bukanlah produk pengetahuan tingkat I. Mengapa? Karena tidak memenuhi syarat berfikir yang  pertama, yaitu harus ada fakta yang terindera.

2. Harus Ada Indera
Syarat yang kedua dari berfikir adalah harus memiliki indera. Mengapa untuk berfikir atau dalam rangka untuk memperoleh pengetahuan tingkat I, manusia harus memiliki indera-indera yang lengkap dan normal?
Untuk dapat menjawabnya, kita harus kembali kepada pelajaran tentang panca indera manusia. Sebagaimana kita ketahui bahwa indera manusia itu ada 5, yaitu:

a. Indera penglihatan.
b. Indera pendengaran.
c. Indera peraba.
d. Indera penciuman.
e. Indera pengecap.

Nah, dari kelima indera di atas, yang paling menentukan untuk keperluan proses berfikir adalah indera penglihatan dan indera pendengaran. Dengan kata lain, jika manusia terlahir di dunia ini tidak memiliki penglihatan dan pendengaran (cacat sejak lahir), maka selamanya dia tidak akan pernah bisa berfikir secara sempurna. Dengan demikian, untuk memperoleh pengetahuan tingkat I saja, dia akan mengalami kesulitan. Mengapa?

Untuk menjawabnya, kita dapat melakukan uji coba. Misalnya, ada manusia yang sejak lahir tidak bisa melihat dan mendengar. Walaupun dia punya  indera peraba, kemudian tangannya digunakan untuk meraba dua benda yang permukaannya berbeda, bisakah dia membedakan benda yang halus dan benda yang kasar? Sekali lagi, walaupun hanya sekedar membedakan antara halus dan kasar? Apakah bisa?

Jawabannya adalah: tidak bisa! Mengapa? Walaupun hanya membedakan halus dan kasar dia tidak bisa, karena selama hidupnya dia tidak pernah mendapatkan maklumat tentang “halus” dan “kasar”. Jika dia tidak mendengar kedua maklumat itu, bagaimana dia bisa membedakan antara benda yang halus dan benda yang kasar?

Demikian juga, jika dia cacat salah satunya. Misalnya, dia cacat penglihatannya saja, maka kemampuan berfikirnya-pun akan berkurang juga. Bagi orang yang cacat penglihatan sejak lahir, maka dia tidak akan mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang hakikat rupa, seperti warna hijau, merah, biru, wajah tampan, cantik, jelek, indah, gelap, terang dan seterusnya.

Sedangkan bagi mereka yang cacat pendengarannya sejak lahir, maka dia juga tidak pernah mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang hakikat suara, misalnya suara yang merdu, musik yang indah, gelegar halilintar, gemuruhnya mbak, rayuan gombal dan seterusnya.

Demikianlah, walaupun ini hanya untuk memperoleh pengetahuan tingkat I, persyaratan berfikir yang kedua ini tetap harus dipenuhi, yaitu: harus memiliki indera yang normal.

3. Harus Ada Otak
Syarat yang ketiga adalah harus memiliki otak. Untuk syarat ketiga ini, pembahasannya paling mudah. Sebab, untuk dapat berfikir, manusia tentu harus mempunyai otak. Jika manusia tidak punya otak, tentu dia tidak akan bisa berfikir. Mengapa hal ini harus dibahas?

Pembahasan ini hanya untuk menunjukkan bahwa antara otak dan  akal (berfikir) itu tidak sama. Untuk bisa berfikir, manusia memerlukan otak. Namun, tidak semua manusia yang mempunyai otak itu bisa berfikir. Contohnya adalah orang gila. Orang gila tentu punya otak, namun orang gila tidak bisa berfikir. Sehingga, walaupun hanya untuk memperoleh pengetahuan tingkat I, orang gila akan sulit untuk mencapainya.

Demikian juga untuk binatang. Binatang memiliki otak, bahkan ada yang otaknya lebih besar dari manusia. Namun demikian, semua binatang tidak dapat dikatakan mampu berfikir atau dapat dikatakan juga bahwa binatang itu tidak berakal.

4. Harus Ada Maklumat Sebelumnya
Syarat yang keempat adalah harus ada maklumat sebelumnya. Syarat keempat ini merupakan syarat berfikir yang tidak pernah dimasukkan dalam semua teori berfikir dari kalangan filosof barat. Padahal syarat keempat ini adalah syarat yang penting, sekaligus syarat keempat ini dapat juga digunakan untuk menunjukkan bahwa teori Darwin tentang evolusi manusia itu salah. Bagaimana penjelasan dari syarat keempat ini?

Untuk memahamkan tentang syarat keempat ini memang tidak mudah. Namun, diharapkan dengan contoh yang sederhana ini, manusia dapat dengan mudah memahaminya. Misalnya saja ada manusia yang sejak lahir (sejak bayi) dia hilang di hutan, kemudian dipelihara oleh seekor Orang Utan. Kemudian dia bisa tumbuh sampai berumur 20 tahun sebagai pemuda yang normal. Normal inderanya, normal otaknya, sekaligus dia juga mampu mengindera fakta-fakta yang ada di sekitarnya (tiga syarat berfikir terpenuhi). Pertanyaannya, bisakah dia berfikir? Bisakah dia memperoleh pengetahuan tingkat I?

Jawabnya: tidak bisa! Mengapa? Penjelasannya seperti syarat kedua di atas. Walaupun otak dan inderanya normal, maka dia tidak akan bisa berfikir tentang pohon, tanah, batu, karang, hutan, daun, ranting, dahan, kayu, orang utan, kijang, buaya da sebagainya. Walaupun dia tiap hari melihatnya, walaupun tiap hari dia menginderanya.

Sekali lagi, mengapa? Jawabnya, karena dia tidak pernah memperoleh maklumat awal (informasi sebelumnya) tentang nama benda-benda itu semua. Maka, dia tidak akan bisa memiliki pengetahuan tingkat I, walaupun hanya sekedar nama satu benda saja, dia tetap tidak bisa.

Mungkin kita masih dapat membantahnya. Walaupun dia tidak pernah mendapat maklumat awal tentang nama benda-benda itu, bukankah manusiam memiliki kemampuan untuk member nama sebuah benda yang baru dilihatnya? Contohnya, jika dia menemukan sebuah benda baru, yang bermesin dan bisa bergerak, namun belum ada namanya. Maka, dia bisa member nama benda baru itu dengan nama apa saja, sesuai dengan keinginannya. Misalnya, dia menamakan benda itu “mobil”.

Mudah bukan? Sebab, nama itu hakikatnya hanyalah kesepakatan saja. Seluruh orang Indonesia selanjutnya sepakat member nama benda baru itu mobil, sedangkan orang Malaysia sepekat memberikan nama benda itu dengan nama kereta. Apakah logika pemberian nama  baru ini dapat diterima?

Logika ini dapat diterima untuk manusia yang sudah memiliki maklumat sebelumnya. Bagaimana dengan manusia yang di dalam otaknya tidak ada maklumat sama sekali? Walaupun hanya sekedar memberi nama sebuah benda yang baru ditemui dengan nama “ragadok” misalnya, maka dia tidak akan bisa melakukan itu untuk selamanya. Mengapa?

Sebab, walaupun hanya sekedar memberi nama sebuah benda yang baru dijumpai dengan nama “ragadok”, berapa maklumat awal yang dia butuhkan? Cobalah dihitung. Maklumat minimalnya adalah: “Saya ingin member nama benda ini… ragadok”. Berapa maklumatnya sebelumnya dan berapa maklumat yang baru? Maklumat sebelumnya ada 6, sedangkan maklumat yayng baru hanya ada satu, yaitu: ragadok. Apabila 6 kata-kata itu tidak pernah ada dalam maklumatnya, dapatkah dia melakukan proses berfikir?

Sekali lagi, jawabnya: tidak bisa! Sebab, seumur hidupnya dia tidak pernah mendengar 6 kata tersebut, mulai dari kata: “saya”. Walaupun hanya kata “saya”, dia tidak tahu. “Ingin”, apa “ingin” itu? Dia tidak tahu. “Memberi”, apa “memberi” itu? Dia tidak tahu. “Nama”, apa “nama” itu? Dia tidak tahu. “Benda”, apa “benda” itu? Dia tidak tahu. “Ini”, apa “ini” itu? Dia juga tidak tahu.

Mengapa hanya sekedar kata-kata yang sangat sederhana dia tidak tahu? Karena, dia ridak pernah mendapat maklumat sama sekali sebelumnya. Inilah yang dimaksud dengan syarat keempat, yaitu untuk berpikir manusia harus memiliki maklumat sebelumnya (seperangkat bahasa dasar yang sudah dimiliki sebelumnya). Syarat ini sekaliu bisa menunjukkan bahwa teori evolusi mansuia itu tidak benar. Sebab, jika manusia tidak pernah diberi maklumat awal oleh pihak dari luar manusia, maka selamanya manusia itu tidak akan pernah bisa berfikir.

Oleh karena itu, jika Charles Darwin mengatakan bahwa bagaian dari rantai evolusi manusia itu adalah adanya perubahan dari phitecantrophus erectus (makhluk yang bisa berjalan tegak),  kemudian berevolusi dengan sendirinya menjadi homo sapien (makhluk yang bisa berikir), maka hal itu tentu tidak akan pernah terjadi. Sebab, manusia tidak akan pernah bisa membuat maklumat sendiri.

Silakan dicoba, jika ada yang mau mencba pada anaknya. Sejak lahir anaknya disembunyikan di hutan dan jangan sampai diajak bicara sama sekali, kecuali dengan binatang, sampai berumur 20 tahun. Bisakah dia berfikir? Bisakah dia memilliki pengetahuan tingkat I? Silakan dijawab, jika ada yang berani mencobanya.

Mungkin itu uji coba yang terlalu ekstrim. Uji coba yang paling mudah adalah jika kita mau menatap sebuah tulisan asing, yaitu tulisan yang kita tidak pernah memiliki maklumat sebelumnya. Misalnya membaca sebuah tulisan Cina. Silakan diiendera secara berulang-ulang. Jika perlu sampai berjam-jam, berhari-hari, bahkan bertahun-tahun. Walaupun  3 syarat telah terpenuhi, yaitu ada fakta yang di tangkap oleh indera kemudian direfleksikan oleh otak. Apakah proses ini akan menghasilkan sebuah pemahaman?

Jawabnya tentu tidak bisa. Berapa lama-pu kita menginderanya. Mengapa? Sebab, tidak ada yang memberi maklumat awal tentang tlisan Cina kepada kita, maka selamanya kita tidak akan pernah memahami tulisan Cina tersebut.

Itulah 4 syarat berfikir. Lantas, bagaimana keempat syarat berfikir tersebut berproses sehingga menghasilkan sebuah pemikiran, pemahaman atau pengetahuan? Cara kerjanya sangat sederhana. Ketika ada obyek (benda tertentu) yang ditangkap oleh indera (penglihatan) kemudian direfleksikan  ke otak, bertemu dengan memori otak (maklumat sebelumnya yang telah disimpan), sehingga menghasilkan pemahaman tentang  benda tersebut. Itulah yang disebut dengan proses berfikir atau akal atau idrak (kesadaran), untuk memperoleh sebuah pemahaman tentang suatu obyek secara langsung atau pengetahuan tingkat I.

Bagaimana nilai kebenaran yang bisa diperoleh dari pengetahuan tingkat  ini? Hasilnya adalah “pasti benar”. Jika manusia melihat “meja” dan dia faham bahwa itu meja (bisa membedakan dengan kursi dan benda lainnya), maka pengetahuan itu pasti benar. Manusia tidak perlu meragukan kebenaran ini. Jika manusia meragukan kebenaran yang diperoleh dari pengetahuan tingkat I ini, maka selamanya manusia tidak akan dapat memperoleh kebenaran yang pasti. Inilah pemikiran dasar bagi manusia dalam memperoleh kebenaran langsung atau pengetahuan tingkat I.

Sumber:
Ekonomi Islam Mazhab HAMFARA
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Pengetahuan Tingkat I
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://avathuroba.blogspot.com/2013/07/pengetahuan-tingkat-I.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

trikmudahseo.blogspot.com support www.evafashionstore.com - Original design by Bamz | Copyright of aVathuroba.